
Hulondalo.id - Merebaknya bencana non alam, penyebaran Virus Corona (Covid-19) diseluruh dunia terutama di Indonesia saat ini, sesungguhnya telah menimbulkan kepanikan dan keresahan umat manusia di semua strata sosial, terutama bagi pemerintah yang telah diberi mandat oleh undang-undang untuk melindungi tanah air dan segenap tumpah darah Indonesia dari ancaman apapun juga.
Berdasarkan data Wordometer, yang dirilis Kompas.com, (10/04/2020), pukul 08:31 WIB, kemarin. total ada 1.600.984 kasus yang terkonfirmasi terjangkit Covid-19, dengan jumlah kematian sebanyak 95.604 orang dan yang telah sembuh sebanyak 355.671 orang.
Sementara di Indonesia sendiri update penyebaran covid-19 per tanggal 10/04/2020 terkonfirmasi positif 3.512 kasus, meninggal dunia 306 orang, dan sembuh 282 orang.
Berbagai skema kebijakan terus dikeluarkan oleh pemerintah dari pusat sampai ke daerah untuk memastikan perlindungan bagi masyarakat. Bukan hanya dari aspek kesehatan, namun juga dari aspek sosial dan ekonomi sebagai jawaban atas dampak dari berbagai kebijakan yang diakibatkan oleh penyebaran pandemi covid-19 ini.
Tak ketinggalan berbagai kelompok maupun individu masyarakat, yang juga tak mau kalah melakukan berbagai hal demi membantu pemerintah dalam berperang melawan Covid-19, mulai dari para pengusaha, olahragawan, seniman, tokoh masyarakat, ilmuan, media para aktivis, organisasi masyarakat/pemuda, dan berbagai profesi lainnya. Karena semua menyadari bahwa, ini perang bersama. Karena ini adalah menyangkut hidup dan mati kita semua.
Namun ada sisi lain yang menarik untuk kita cermati terutama di Provinsi Gorontalo. Ditengah gencarnya perang melawan covid-19, rupanya masih ada satu dua orang yang masih saja menyempatkan diri mencoba memancing di air keruh, menggunting dalam lipatan dan menikam dari belakang.
Mereka justru memanfaatkan nalar “kolotnya” yang telah terbelenggu oleh sihir politis untuk menyerang dan menjatuhkan lawan-lawan politiknya yang kebetulan adalah para pemimpin daerah di suasana perang saat ini.
Mencari kesalahan, mendelegitimasi setiap kebijakan pemerintah, membenturkan kelompok satu dengan lainnya, dan bahkan terus berbisnis opini untuk meng-agitasi dan mempropaganda publik agar menjadi marah dan tak lagi saling percaya antara satu dengan lainnya terutama kepada pemerintah.
Yang paling menyayat hati dari semua itu, adanya kabar-kabar burung yang santer beredar bahwa konon sikap ini dilakukan hanya demi untuk memenuhi hitungan argometer pendapatan bulanan dari para cukong politik besar. Naizubillahimanzaliq. Semoga kabar ini tidak benar.
Sesungguhnya sikap kritis itu bukanlah sebuah dosa sosial yang tak boleh dilakukan, apalagi para pemimpin kita juga adalah manusia biasa seperti kita yang kadang-kadang juga bisa khilaf.
Namun di suasana genting seperti saat ini, kita membutuhkan sikap kritis namun juga produktif yang bukan dimaksudkan untuk menyerang pribadi orang. Apalagi hanya untuk menciptakan kekacauan dan sekedar untuk menunjukkan jati diri serta mencari popularitas semata.
Tapi daya kritis kita dibutuhkan untuk terus memberi masukan dan solusi atas dinamika sosial yang terus berkembang saat ini akibat merebaknya pandemi covid-19.
Saya mencatat ada banyak kelompok atau pribadi, baik para yunior, teman seangkatan maupun para senior yang selama ini begitu kritis misalnya menyerang berbagai kebijakan pemerintah, baik pusat, provinsi maupun Kab/kota.
Tapi ditengah pandemi ini mereka bukan hanya telah melakukan gerakan sosial sendiri namun bahkan tak segan-segan ikut bersama menyumbang pikiran, tenaga bahkan materi untuk membantu pemerintah menyelamatkan nasib rakyatnya, tanpa kehilangan daya kritisnya.