Karim Kai, seorang guru Bahasa Inggris di SMK Tirtayasa Kota Gorontalo saat memanen selada yang dibudidayakannya secara hidroponik melalui green house sederhana.
-
Masih lengkap dengan pakaian dinasnya, Karim Kai seorang guru Bahasa Inggris di SMK Tirtayasa Kota Gorontalo saat panen selada yang dibudidayakannya secara hidroponik melalui green house sederhana di samping rumahnya. Kini, hobinya itu sudah memberikan keuntungan jutaan rupiah setiap bulan. (F. Alex) Hulondalo.id - Seorang guru di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Gorontalo sukses memanfaatkan halaman rumahnya menjadi mesin pencetak uang baginya. Dengan jeli dia mengubah sepetak tanah di samping rumahnya menjadi green house sederhana dan persemaian aneka sayur mayur hingga hortikultura. Uniknya, green house sederhana ini dikelola dengan sistem hidroponik alias menggunakan air tanpa media tanah. Kini, green house mungil itu sudah memberinya keuntungan jutaan rupiah setiap bulan selama setahun belakangan ini. "Sebenarnya ini awalnya hanya untuk konsumsi sendiri. Hobi juga. Konsumsi sendiri karena saya ingin sayuran sehat, bebas zat kimia dan lain-lain. Tapi, eh ternyata ada orang-orang datang (tertarik)," kata Karim Kai pemilik green house sederhana di rumahnya di jalan Palma, Kelurahan Huangobotu, Kecamatan Dungingi, Kota Gorontalo, kepada Hulondalo.id. Belakangan ini, Karim sedang menanam sayur selada dengan hidroponik. Menurut dia, hidroponik merupakan sistem budidaya menanam yang paling cepat dibandingkan cara-cara lainnya. Untuk menanam selada saja, hanya membutuhkan paling lama 30 hari sejak dipindahkan dari tempat persemaian ke modul yang dibuatnya dari pipa. "Jadi saya beli bibit selada di toko tani atau online, kemudian disemai selama 14 hari. Setelah itu dipindahkan ke modul. Nanti kalau ada yang mau belajar, datang saja saya pasti kasih tau caranya," ujar guru Bahasa Inggris di SMK Tirtayasa Kota Gorontalo ini.
-
Bibit selada berumur sekitar 7 hari yang disemai sebelum dipindahkan ke modul. Adapun menanam selada ini tanpa menggunakan tanah, tapi melalui air, atau dikenal budidaya hidroponik. (F. Alex) Soal modal, utamanya membuat green house sederhana atau rumah kaca, ternyata masih cukup ramah di kantong jika dibandingkan dengan green house industri. Untuk membuat green house sederhana, Karim hanya mengeluarkan modal sekitar Rp 2 Jutaan. Modal itu cukup untuk membuat green house sederhana berukuran 6x6 Meter, sudah termasuk dengan pipa 20 ujung, tandon air kapasitas 150 Liter, pompa aquarium berdaya dorong 2 Meter hingga paranet. Selama setahun belakangan ini pula, ayah 3 anak itu sudah menanam berbagai macam sayuran hijau dan buah-buahan secara hidroponik. Mulai dari seledri, sawi, caisim, sawi pakcoy, sawi samhong king, kangkung, bayam, semangka, melon dan masih banyak lagi. Khusus untuk selada yang sedang ditanamnya sekarang ini, pelanggannya tidak usah-lah ditanya. Rata-rata warga menengah ke atas, atau mereka yang sudah paham akan pentingnya mengkonsumsi makanan tanpa zat-zat kimia. "Itu karena banyak masyarakat sudah paham (akan pentingnya mengkonsumsi hasil pertanian organik). Ini juga saya jual murah, Rp 3.000,- saja. Kalau di supermarket, kira-kira Rp 10 Ribuan, karena ditimbang pake hitungan gram," sambung alumnus UNG 2006 yang belajar hidroponik secara otodidak itu.
-
Tanaman selada pada modul yang terbuat dari pipa di rumah Karim Kai di jalan Palma, Kelurahan Huangobotu, Kecamatan Dungingi, Kota Gorontalo. Bicara soal omzet, Karim mengaku cukup lumayan untuk green house sederhana yang dijadikan usaha sampingan baginya. Rata-rata, Karim mengantongi Rp 1,5 Juta sampai Rp 2,5 Juta per bulan. Itu pun belum termasuk hasil panen yang sudah dikonsumsi keluarganya. Bagi masyarakat Gorontalo yang tertarik bercocok tanam seperti Karim, dia pun siap sharing pengalaman dan mengajarinya. Pasalnya, kata Karim, komunitas hidroponik di Gorontalo masih bisa dihitung dengan jari. Padahal, manfaatnya sangat besar. Jadi sudah konsumsi makanan sehat, dapat untung pula! Luar biasa..(Alex)