Tidak Aman, Aparat Didesak Tertibkan Tambang Ilegal

- Kamis, 22 Agustus 2019 | 13:44 WIB

-
Diskusi Media bertajuk “Mencari Solusi Penertiban Tambang Ilegal" melibatkan Kementerian ESDM, Bareskrim Polri, organisasi profesi dan LSM di Jakarta, Senin (19/8/2019). Hulondalo.id – Kegiatan pertambangan ilegal masih marak terjadi di seluruh Indonesia. Padahal kegiatan ini sangat berisiko mulai dari kerusakan lingkungan, kerugian negara karena ada kehilangan potensi penerimaan negara. Begitulah yang terungkap pada dialog yang melibatkan Kementerian ESDM, Bareskrim Polri, organisasi profesi hingga LSM dalam Diskusi Media bertajuk “Mencari Solusi Penertiban Tambang Ilegal" di Jakarta, Senin (19/8/2019). Terungkap bahwa, dari aspek keselamatan, kegiatan pertambangan ilegal sering terjadi kecelakaan yang berujung kematian bagi penambang. Seperti yang terjadi di tambang ilegal Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara (Sulut). Sepanjang tahun ini saja, sudah terjadi beberapa kali kecelakaan tambang yang berujung kematian. Pada 26 Februari 2019 terjadi longsor di Busa, salah satu lokasi di tambang Bakan. Ada puluhan penambang yang tertimbun reruntuhan. Dari kegiatan evakuasi, ada 21 yang ditemukan meninggal dunia. Sementara 19 orang yang berhasil diselamatkan. Kemudian dua bulan berselang, kembali terjadi kecelakaan yang menewaskan 1 penambang. Terbaru pada 29 Juli 2019, 2 penambang ditemukan meninggal dunia tertimbun longsor. “Semua pihak yang berkepentingan harus segera melakukan penertiban tambang ilegal di Bakan. Selama ini tambang ilegal ini telah menjadi kuburan massal karena sudah banyak korban jiwa,” kata Direktur  LSM Swara Bogani, Rafiq Mokodongan dalam diskusi itu. Dia membantah anggapan bahwa pada tambang ilegal tersebut ada kehidupan karena sebagian rakyat menggantungkan hidupnya dari sana. “Kita jangan sampai melegalkan suatu yang ilegal, tambang Bakan sudah menelan banyak korban jiwa,” tegas Rafiq. Senada yang diutarakan Kepala Seksi Perlindungan Lingkungan, Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara, Kementerian ESDM, Tiyas Nurcahyani. Pihaknya bahkan mendesak aparat kepolisian untuk melakukan penindakan. "Saat kemarin langkah pertama pertolongan ketika ada longsor. Lokasi tersebut harusnya ditutup, karena masuk di wilayah yang berizin. Seharusnya yang punya ini ditolong oleh aparat penegak hukum," desak Tiyas. Tiyas kemudian menyebutkan 2 kategori tambang ilegal. Pertama, jenis tambang liar yang beroperasi di lahan belum "berpenghuni" baik Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kontrak Karya (KK). Contoh jenis ini ada di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku. Sedangkan jenis kedua, tambang liar yang masuk ke lahan milik perusahaan resmi. Dalam hal ini, kasus di blok Bakan milik J Resources tergolong jenis kedua ini. Sementara itu, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu, Bareskrim Polri, Kompol Eko Susanda mengakui jika selama Pemerintah belum bisa menyediakan lapangan pekerjaan yang pendapatannya setara dengan hasil dari aktivitas tambang ilegal, penindakan dari aparat dinilai tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan, lanjut Eko, aparat kepolisian kerap dihadang masyarakat saat hendak menutup area penambangan. Pasalnya, lahan tersebut sudah dianggap sebagai sumber mata pencaharian. "Kenapa tambang illegal sulit diselesaikan oleh kepolisian? Kalau kita menangkap dia (penambang ilegal), ada ribuan orang yang perlu makan," terang Kompol Eko. Bahkan pembinaan bagi para pekerja di tambang ilegal sejatinya pernah dilakukan dengan memberi sumbangan perahu gratis untuk beralih profesi menjadi nelayan. Tapi, lantaran pendapatan mencari ikan di laut tidak sebesar menambang, akhirnya mereka kembali lagi ke tambang. "Menambang itu pagi kerja sore sudah tarik uang. Kalau dikasih kapal susah mencari uangnya," terang Kompol Eko Susanda. Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli mengatakan, untuk memberantas penambangan ilegal, selain penegakan hukum secara konsisten, rantai pasokan barang yang dibutuhkan dalam aktivitas tersebut juga harus diputus. Aktivitas tambang ilegal, kata dia, bisa berjalan karena ada pemasok modal, pemasok bahan-bahan keperluan pertambangan, termasuk bahan kimia berbahaya seperti sianida dan merkuri, serta penampung hasil tambang ilegal. "Jika rantai pasokan ini diputus, penambangan ilegal ini juga akan terhenti," tegas Rizal. Rizal bahkan menyebutkan operasional tambang dengan bentuk IPR tidak ekonomis. Pasalnya, ketentuan operasi yang melarang penggunaan alat berat, membuat hasil produksi tidak akan menutup angka kewajiban lingkungan yang harus dibayarkan. "Semua di lokasi tambang kecil-kecil masih pakai alat berat. Berdasarkan kajian kami, IPR kalau mengikuti semua ketentuannya, tidak ekonomis," kata Rizal. Sudah saatnya Pemerintah dan pemangku kepentingan bertindak tegas menertibkan tambang ilegal. Kegiatan ini selain tidak aman juga merusak lingkungan dan menimbulkan kerugian Negara karena tidak ada royalty atau kewajiban pajak yang dibayarkan. Tentunya, tidak ada satupun pihak yang menginginkan ada lagi korban berikutnya karena lambatnya penanganan PETI.(alex/syakir)

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Status Operasi di Papua jadi Siaga Tempur

Selasa, 18 April 2023 | 21:12 WIB

Wajib Disimpan, Ini Nomor Penting Saat Mudik

Senin, 17 April 2023 | 23:27 WIB
X