FANLY KATILI, S.Pd. Ketua Studi Pancasila dan Konstitusi (SPASI) Fakultas, Hukum Unisan Hulondalo.Id - Melihat Fenomena Alam seperti tsunami beberapa waktu terakhir, menjadi peringatan dari Ilahi bagi semua orang, bahwa sesungguhnya perbuatan kita yang merusak hanya akan mengundang kemarahan semesta alam. Dalam beberapa hari kedepan, kita akan masuk di penghujung tahun. Ironisnya, seperti sudah membudaya, kegiatan hura-hura yang biasanya berujung pada maksiat, hingga mabuk mabukan seperti sudah menjadi kelaziman dari generasi ke generasi. Padahal jangankan agama, budaya kita pun tidak pernah mengajarkan hal itu. Menarik memang, melihat adanya himbauan dari Pemerintah Provinsi Gorontalo, yang menginginkan agar malam lepas tahun tidak diisi dengan kegiatan2 hedonis tapi diganti dengan acara agamis. Semoga itu bukan hanya karena takut bencana, tapi benar2 kesadaran akan bahaya rusaknya generasi penerus masa depan. Bagi penulis sendiri, menyarankan agar himbauan diatas benar2 dilaksanakan masyarakat, maka pemerimtah harus menjadi insiator untuk mendanai kegiatan religius, seperti dzikir bersama hingga tausyiah di berbagai lokasi. Dan alangkah indahnya, jika aparat berwenang mau untuk meninjau kembali izin2 keramaian untuk kegiatan yang bersifat hura hura. Bahkan kalau bisa, lokasi dzikir akbar dipindah ke pinggir pantai yang biasanya dijadikan sebagai lokasi untuk menggelar pesta akhir tahun. Mengutip isi ceramah dari Syekh Ali Jaber, bahwa air laut itu, setiap saat meminta izin kepada Allah untuk menyapu umat manusia, tapi kemudian ditahan hanya karena masih ada manusia yang beristigfar kepada-Nya. Dzikir dan doa, akan menjadi cara mengawali tahun ini dengan baik. Bukan saja agar Gorontalo dihindarkan dari bencana, tapi agar juga di tahun 2019 dimana ada agenda pesta politik, bisa berjalan damai. 'Jauh dari kegaduhan. Baik itu gaduh politik, gaduh ekonomi, hingga kegaduhan lainnya yanga bisa memecah belah bangsa. (**)